Skip to content

Ketika Buku “Generasi Menulis” Membuka Jendela Inspirasi

Oleh Ahmad Zaki Fauzi

Ada momen dalam hidup ketika sebuah buku datang di waktu yang tepat—menyentuh hati, menggugah pikiran, dan mengubah cara pandang terhadap kehidupan. Bagi saya, momen itu hadir lewat buku Generasi Menulis karya Ahmad Rifai Rifan, terbitan Quanta Elex Media. Buku ini bukan hanya membahas teknik menulis, tetapi juga membuka kesadaran tentang kekuatan kata dan pengaruhnya terhadap kehidupan manusia.

Awalnya, saya bukanlah sosok yang tertarik dengan dunia tulis-menulis. Bahkan, melihat judul Generasi Menulis pun tidak menimbulkan rasa penasaran. Saya lebih sering menjadi pendengar daripada penyampai gagasan, baik lewat lisan maupun tulisan. Namun, semuanya berubah ketika saya mulai membaca halaman demi halaman buku ini. Perlahan, ada sesuatu yang mengetuk kesadaran saya—bahwa menulis bukan sekadar menuangkan kata, melainkan memahami dan menghidupkan makna di baliknya.

Menulis dengan Rasa dan Makna

Buku Generasi Menulis ditujukan bagi siapa saja yang ingin mengekspresikan ide, gagasan, atau perasaan melalui tulisan yang memberi dampak positif bagi orang lain. Yang membuatnya berbeda adalah pendekatan Ahmad Rifai Rifan dalam menyampaikan pesan. Ia tidak menggurui atau mendikte. Sebaliknya, membaca buku ini terasa seperti berbincang santai bersama mentor yang hangat, bijak, dan berpengalaman.

Bahasanya ringan, mudah dipahami, dan penuh energi positif—tepat untuk pembaca pemula yang baru “menjajaki” dunia literasi. Tidak ada istilah rumit atau teori kaku. Setiap konsep dijelaskan dengan sederhana namun penuh makna, sehingga ilmu yang disampaikan terasa dekat dan mudah diterapkan.

Belajar Langsung dari Praktisi

Salah satu nilai utama dari buku ini adalah kekayaan pengalaman yang dibagikan penulisnya. Ahmad Rifai Rifan menulis berdasarkan lebih dari sepuluh tahun pengalamannya sebagai penulis buku-buku best seller. Ia tidak pelit berbagi “rahasia dapur” penulisan—mulai dari strategi memulai tulisan, menjaga konsistensi, membangun kedalaman makna, hingga menciptakan akhir yang berkesan.

Bagian yang paling menarik adalah ketika pembaca diajak membedah buku 7 Keajaiban Rezeki karya Ippho Santosa. Di sini, Rifan tidak hanya mengulas isinya, tetapi mengajarkan cara berpikir seperti seorang penulis: meneliti gaya bahasa, diksi, struktur kalimat, hingga pesan tersembunyi di balik setiap paragraf. Analisis ini membuka mata saya bahwa menulis bukan sekadar merangkai kata, tetapi menciptakan pengaruh melalui makna yang kuat.

Lebih dari Sekadar Teknik Menulis

Yang membedakan Generasi Menulis dari buku panduan menulis lainnya adalah pendekatannya yang holistik. Ahmad Rifai Rifan tidak hanya berbicara tentang teknik, tetapi juga tentang niat dan tujuan menulis. Ia menegaskan bahwa impact adalah inti dari sebuah karya tulis: apa yang ingin kita sampaikan, dan kebaikan apa yang ingin kita sebarkan melalui tulisan kita.

Dalam proses kreatif, niat dan tujuan menjadi bahan bakar utama. Tanpanya, menulis bisa terasa berat dan melelahkan. Namun, ketika kita tahu mengapa dan untuk siapa kita menulis, setiap kata akan mengalir dengan energi dan ketulusan.

Bagi saya pribadi yang semula pasif dalam menyampaikan gagasan, buku ini menjadi pintu perubahan. Saya belajar bahwa menulis bukan hanya tentang kemampuan teknis, tetapi tentang keberanian untuk berbagi. Tulisan dapat menjadi jembatan antara hati dan pikiran kita dengan dunia luar—menyampaikan gagasan, menyebarkan inspirasi, dan menumbuhkan semangat positif bagi banyak orang.

Menulis adalah Perjalanan Jiwa

Pesan paling mengena dari Generasi Menulis adalah bahwa setiap orang bisa menulis, dan apa pun bisa menjadi bahan tulisan. Tidak ada batasan tema, latar belakang, atau kemampuan. Yang dibutuhkan hanyalah niat yang tulus dan kemauan untuk terus belajar.

Buku ini bukan sekadar panduan teknis, melainkan perjalanan transformasi batin. Ia menegaskan bahwa menulis adalah sarana untuk memberikan pengaruh baik, berbagi kebaikan, dan meninggalkan jejak bermakna di dunia.

Setelah membaca Generasi Menulis, saya tidak lagi melihat menulis sebagai aktivitas membosankan. Sebaliknya, menulis menjadi jembatan bagi saya untuk menyuarakan hal-hal baik yang selama ini terpendam. Dari seseorang yang dulu takut berbicara, saya kini belajar untuk berani berbagi—melalui tulisan.

“Generasi Menulis” membuka kesadaran bahwa setiap kalimat bisa menjadi cahaya, dan setiap tulisan bisa menjadi warisan kebaikan.

 

Editor: Tim Ngajiliterasi